Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Membuatku Terpesona
Saya Eko Budi Purnawan, adalah seorang guru yang sudah mengajar lebih dari 20 tahun, baik itu jenjang SMP, SMA, maupun SMK. Saya telah banyak menghantarkan murid lulus dari sekolah dimana saya mengajar, dan tak jarang dari mereka yang sudah sukses jauh melebihi saya. Banyak juga dari mereka yang sekarang menjadi teman saya dalam mengajar di sekolah, dan ada juga yang menjadi pemimpin di beberapa instansi. Namun, sebagian dari mereka ada juga yang "kurang berhasil" dalam menempatkan diri mereka di masyarakat, sehingga kurang berhasil meraih impian menjadi pribadi yang mandiri dan mampu bersaing di dunia kerja. Hal ini membuat saya merenung, mengapa hal itu terjadi ? Bukankah pendidikan seharusnya membuat murid menjadi pribadi yang kuat, mandiri, memiliki kompetensi yang cukup dalam mengarungi dunia ini, dan berbudi pekerti luhur ?. Lalu untuk apa pembelajaran dan keterampilan yang selama ini mereka pelajari di sekolah?. Kondisi ini selama bertahun-tahun membuat saya merenung. Saya sedikit merasa kecewa, ketika mendengar ada murid saya yang sekarang bekerja di tempat yang tidak sesuai dengan kompetensinya, atau bahkan masih kurang beruntung dan belum mendapatkan lapangan pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhannya dan keluarganya. Hal ini membuat saya berpikir, pasti ada yang salah dengan sistem pendidikan kita saat ini, atau mungkin saya yang kurang berhasil dalam menerapkan proses pembelajaran kepada murid-murid saya selama ini.
Pada awal 2 minggu saya mengikuti Pendidikan Guru Penggerak ini, saya mempelajari tentang filosofi dan pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan. Banyak hal saya dapatkan, dan saya sungguh kagum terhadap pemikiran beliau yang sangat luar biasa, bahkan melampaui zaman nya saat itu. Setidaknya ada beberapa hal yang saya pelajari dari pemikiran KHD ini:
Pendidikan bertujuan untuk menuntun segala kodrat yang ada pada anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan.
Pendidik itu hanya dapat "menuntun" tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak, agar dapat memperbaiki lakunya, hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Anak diberi kebebasan, namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya.
Kodrat alam artinya pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan alam dan budaya di mana dia tumbuh. Kodrat zaman diartikan, guru harus membekali keterampilan murid sesuai zamannya agar mereka bisa hidup, berkarya dan menyesuaikan diri.
Pendidikan seharusnya memperhatikan tiga asas, yaitu Kontinuitas: Kemajuan kebudayaan merupakan keharusan lanjutan langsung dari kebudayaan itu sendiri. Konvergensi: Kebudayaan menuju arah kesatuan kebudayaan dunia (kemanusiaan). Konsentris: Kebudayaan harus mempunyai karakteristik dan sifat kepribadian sendiri sebagai pusatnya dalam lingkungan kebudayaan dunia (kemanusiaan)
Tiga semboyan penting dalam pendidikan yang harus dimiliki dan dilaksanakan oleh setiap guru,, yaitu: Ing Ngarsa Sung Tuladha (Di depan, memberikan teladan), Ing Madya Mangun Karsa (Di tengah, membangun semangat), Tut Wuri Handayani (Di belakang, memberikan dorongan), sehingga kita mampu menghantarkan murid mencapai buah dari pendidikan, yaitu kematangan jiwa, yang akan dapat mewujudkan hidup dan penghidupan yang tertib dan suci, dan manfaat bagi orang lain.
Membaca, memahami, dan kemudian berusaha merefleksikan pokok-pokok pikiran Ki Hadjar Dewantara tersebut diatas ke dalam proses pembelajaran yang saya lakukan selama ini, membuat saya melongo. Saya terhentak, dan seperti tersambar petir di siang bolong. Ya Tuhan, ternyata pembelajaran yang selama ini saya lakukan kepada murid-murid saya masih jauh dari pemikiran KHD tersebut. Jujur, saya merasa sangat terpana dan terpesona dengan begitu luhurnya filosofi yang terkandung dalam pemikiran KHD tersebut. Terlebih lagi, ketika saya memahami betul makna dari kalimat KHD yang menyatakan, bahwa seorang pendidik harus menghamba kepada anak.
Kemudian saya mencoba meneliti kembali proses pembelajaran yang selama ini saya lakukan, dimana pembelajaran saya masih berpusat kepada guru. Pembelajaran yang saya bawakan belum kontekstual, karena saya selalu memaksa anak untuk mengikuti apa yang ditulis dalam buku teks pelajaran. Saya belum bisa menuntun mereka untuk belajar sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya, dan tak jarang saya justru malah menyeret mereka masuk dalam alam kehendak saya pribadi yang selama ini saya anggap itu baik untuk mereka. Potensi dan kreativitas murid masih jarang saya perhatikan dan kembangkan. Saya merasa, bahwa saya adalah satu-satunya sumber belajar yang paling tepat bagi mereka, tanpa sadar bahwa di zaman abad 21 ini, murid bisa belajar dari berbagai sumber yang ada di dunia maya dan budaya sekitar di mana mereka tinggal.
Awal kesadaran saya akan proses pembelajaran saya yang belum tepat ini bermula dari masa pandemi yang memaksa kita benar-benar harus kreatif dan inovatif dalam pembelajaran kepada murid. Ditambah lagi dengan materi yang saya pelajari di dalam program Pendidikan Guru Penggerak ini semakin membuat saya sadar bahwa SAYA HARUS MELAKUKAN TRANSFORMASI dalam pembelajaran yang saya bawakan. Apa yang selama ini sudah saya anggap baik dan benar dalam pembelajaran saya, ternyata memang sudah baik, namun belum sepenuhnya benar.
Saya kemudian membuat komitmen diri untuk memperbaiki prose pembelajaran saya selama ini, yang masih belum berpusat kepada murid. Saya mengatur sebuah rencana perbaikan, dan kemudian mengatur strategi untuk menerapkan apa yang telah saya rencanakan tersebut. Saya akan mengubah model pembelajaran saya agar lebih memperhatikan potensi dan kodrat anak, menuntun mereka untuk dapat berkembang sesuai potensi dirinya, dan berusaha menjadi pamong bagi mereka, agar ketika mereka mulai menyimpang dari nilai-nilai budaya warisan leluhur, saya bisa mengingatkannya dan kembali menuntunnya ke arah tujuan pembelajaran yang benar sesuai pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Pembelajaran kontekstual harus benar-benar saya terapkan, agar anak memiliki keyakinan dan kepercayaan diri yang kuat, bahwa apa yang mereka pelajari di sekolah itu benar-benar berguna di masyarakat. Dengan demikian, ketika mereka lulus dan terjun ke masyarakat, para murid memiliki kompetensi yang mantab, pribadi yang berkarakter Pancasila, dan benar-benar dewasa.
Satu hal pesan dari pemahaman pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan adalah:
“Orang mungkin akan lupa dengan apa yang kita katakan kepada mereka, namun mereka tidak akan lupa dengan bagaimana kita memperlakukan mereka.”
Ki Hadjar Dewantara, terimakasih atas ajaranmu, sehingga saya menjadi sadar akan kesalahan saya dalam mendidik murid selama ini, dan saya berkomitmen untuk menjadi sosok pendidik yang jauh lebih baik dengan mengamalkan semua yang telah Engkau ajarkan. Sungguh, pemikiranmu dan fiolosofi pendidikanmu telah membuatku terpesona.
Ditulis oleh : Eko Budi Purnawan, SMK N 1 Pakis Aji – 2022
Komentar
Posting Komentar