Jurnal Refleksi: Pengelolaan Program yang Berdampak Positif Kepada Murid
Refleksi Dwi Mingguan Modul 3.3 Model 4C (Connection, challenge, concept, change)
Pengelolaan Program yang
Berdampak Positif Kepada Murid
Connection (Keterkaitan)
Pada minggu ini saya belajar modul 3.3, yaitu tentang Pengelolaan Program yang Berdampak Positif Kepada Murid. Modul ini sangat terkait dengan pembelajaran sebelumnya, yaitu tentang “Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin” dan “Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya”. Dalam pembelajaran yang lalu tersebut, dijelaskan bahwa guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran mempunyai peran harus mampu mengambil keputusan yang tepat terhadap permasalahan terkait dilema etika maupun bujukan moral. Guru penggerak juga perlu menguasai kecakapan dalam mengelola sumber daya di sekolah, yang berfokus pada kekuatan positif dari 7 aset/modal sekolah.
Koneksi Materi Modul 3.3 dengan Semua Modul Sebelumnya
MODUL 1.1. Mengajarkan kita tentang Filosofi Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan di Indonesia. KHD mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah menuntun anak sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya, untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai individu maupun anggota masyarakat. KHD juga mengajarkan tentang azas Tri-kon, dan konsep pendidik yang harus bisa menghamba kepada murid. Hal ini berarti, bahwa dalam merancang program yang berdampak positif pada murid seperti yang diajarkan dalam modul 3.3 ini, kita harus benar-benar menjamin bahwa program yang kita rancang tersebut mampu memerdekakan murid, membentuk karakter positif sesuai profil pelajar Pancasila, dan membentuk pribadi murid yang kuat dan mandiri. Potensi murid harus benar-benar kita kembangkan, dan kita hargai dalam setiap program yang kita rancang di sekolah. Pada intinya, semua program yang dirancang di sekolah, harus berpihak kepada murid.
MODUL 1.2. Berbicara tentang Nilai dan Peran Guru Penggerak. Nilai-nilai guru penggerak yaitu: Berpihak kepada murid, Mandiri, Reflektif, Kolaboratif, dan Inovatif. Sedangkan Peran guru penggerak adalah: Menjadi pemimpin pembelajaran, Menjadi coach bagi rekan sejawat, Mendorong kolaborasi, Mewujudkan kepemimpinan murid, dan Menggerakkan komunitas praktisi. Jika dikaitkan dengan pembelajaran pada modul 3.3, maka nilai dan peran guru penggerak yang dibahas dalam modul 1.2 ini sangat berkaitan erat. Seorang guru penggerak, yang diharapkan mampu menjadi pemimpin pembelajaran yang handal dan tangguh, harus mampu menjadi inisiator dalam penyusunan program sekolah yang mampu meningkatkan kepemimpinan murid (Student Agency). Proses perancangan program tersebut tidak mungkin bisa berhasil tanpa adanya kolaborasi dengan teman sejawat, dan murid itu sendiri. Dalam hal ini, guru penggerak harus memiliki kemampuan reflektif yang baik, agar mampu melakukan evaluasi secara mendalam terhadap program kegiatan sekolah yang telah dirancang dan dilaksanakan. Tentu saja, tolok ukur keberhasilan program tersebut adalah terwujudnya kepemimpinan murid.
MODUL 1.3. Seorang guru penggerak memerlukan “bintang penuntun” (Leitstar) yang dapat memberikan motivasi internal dalam usahanya mencapai semua harapan dan impiannya terkait dengan kondisi murid di masa depan. Oleh karena itu, dalam modul 1.3 diajarkan tentang bagaimana membangun sebuah Visi Guru Penggerak. Merancang sebuah program yang berdampak positif kepada murid, harus dimulai dari membangun visi yang tajam dan mampu menggerakkan semua pihak warga sekolah. Visi ini harus dilengkapi dengan sebuah Prakarsa Perubahan, yang dijabarkan dalam kanvas BAGJA, menggunakan pendekatan Inkuiri Apresiatif, yaitu sebuah pendekatan yang berfokus pada kekuatan positif masing-masing warga sekolah, dan disatukan secara kolaboratif.
MODUL 1.4. Dalam modul 1.4 dibahas tentang bagaimana membangun sebuah disiplin positif untuk menciptakan sebuah Budaya Positif. Guru dan sekolah harus mulai mengubah paradigma hukuman menjadi keyakinan kelas dan sekolah. Membangun keyakinan kelas dapat dimulai dari mengidentifikasi Nilai-nilai Kebajikan Universal. Proses ini dimulai dari kelas, dengan memperhatikan Suara Murid (Voice), Pilihan Murid (Choice), sehingga murid akan merasa Memiliki (ownership) terhadap keyakinan kelas tersebut. Budaya positif ini dapat menjadi acuan untuk mengembangkan semua program sekolah yang berdampak positif kepada murid. Jika murid diajak untuk berkolaborasi secara aktif dalam pembangunan budaya positif ini, maka hal ini dapat menjadi salah satu strategi untuk meningkatkan kepemimpinan murid. Guru dan tenaga kependidikan di sekolah harus dapat menjadi teladan dalam pelaksanaan budaya positif yang telah disepakati bersama.
MODUL 2.1. Mengelola program yang berdampak positif kepada murid, tidak bisa langsung dalam bentuk kegiatan yang besar. Hal ini dapat dimulai dari dalam kelas, dalam penyelenggaraan pembelajaran di dalam kelas. Murid-murid kita datang dengan keunikannya masing-masing. Mereka datang dengan membawa kebutuhan belajar yang berbeda-beda. Guru harus dapat memberikan layanan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing murid. Oleh karena itu, Pembelajaran Berdiferensiasi menjadi jawabannya. Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Oleh karena itu, guru dapat melakukan modifikasi dalam pembelajaran berdiferensiasi. Modifikasi tersebut diantaranya adalah modifikasi konten, modifikasi proses, maupun modifikasi produk. Hal ini harus dilakukan, karena di semua ruang kelas, guru berurusan dengan setidaknya tiga elemen kurikuler: (1) konten — masukan, apa yang dipelajari murid; (2) proses — bagaimana murid berupaya memahami ide dan informasi; dan (3) produk — keluaran, atau bagaimana murid menunjukkan apa yang telah mereka pelajari. Dengan membedakan ketiga elemen ini, guru menawarkan pendekatan berbeda terhadap apa yang dipelajari murid, bagaimana mereka mempelajarinya, dan bagaimana mereka menunjukkan apa yang telah mereka pelajari. Jika dikaitkan dengan Modul 3.3, pembelajaran berdiferensiasi merupakan salah satu upaya untuk membangun kepemimpinan murid, dan menghargai suara, pilihan, serta kepemilikan murid. Dalam pembelajaran berdiferensiasi, murid diberikan kebebasan secara terbimbing untuk menentukan sendiri gaya pembelajaran mereka sesuai dengan minat dan kreativitas murid.
MODUL 2.2. Aristoteles yang menyatakan bahwa: “Mendidik pikiran tanpa mendidik hati, adalah bukan pendidikan sama sekali”. Oleh karena itu dalam modul 2.2 ini dibahas tentang Pembelajaran Sosial dan Emosional. Untuk mewujudkan Well-being murid, adalah tanggung jawab semua guru di satuan pendidikan. menurut studi dari Mcgrath dan Noble, 2011, tingkat well-being yang optimum pada murid memungkinkan mereka memiliki kemampuan lebih tinggi dalam: Mencapai prestasi akademik, Kesehatan mental dan fisik lebih baik, Memiliki ketangguhan/resiliensi mengelola stress, dan Terlibat dalam perilaku sosial yang bertanggung jawab. Dalam rangka mewujudkan Student Agency seperti yang dibahas dalam modul 3.3, maka guru perlu membantu murid agar mampu memiliki kompetensi sosial emosional, yang berarti murid dibimbing agar mempunyai kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan mampu mengambil keputusan yang bertanggung jawab. Kompetensi sosial emosional ini akan membantu murid untuk melatih dirinya menjadi pemimpin-pemimpin yang tangguh di masa depan. Jika para murid memiliki kompetensi sosial emosional yang baik, tentu akan semakin mudah diajak berkolaborasi untuk mengelola program sekolah yang berdampak positif pada murid.
MODUL 2.3. Dalam rangka merancang dan melaksanakan semua program yang berdampak positif kepada murid, seorang guru penggerak tidak dapat bekerja sendirian. Kita membutuhkan dukungan kolaboratif dari semua rekan sejawat. Oleh karena itu, guru penggerak harus menguasai keterampilan melakukan Supervisi Akademik Berbasis Coaching seperti yang diajarkan dalam modul 2.3. Hal ini juga untuk memaksimalkan peran guru penggerak dalam menjadi coach bagi rekan sejawat. Pelaksanaan coaching dalam pembelajaran menggunakan 3 prinsip, yaitu: Kemitraan, Percakapan kreatif, dan memaksimalkan potensi coachee. Penerapan coaching yang tepat akan membantu coachee (rekan sejawat) agar memiliki kesadaran diri yang kuat, sehingga mampu melihat peluang baru dan masa depan. Dengan demikian, akan semakin mudah untuk mengajak rekan sejawat berkolaborasi bersama dengan murid untuk mewujudkan pengelolaan program sekolah yang berdampak positif bagi murid.
MODUL 3.1. Dalam menjalankan peran sebagai pemimpin pembelajaran, seorang guru penggerak harus cakap dalam kompetensi pengambilan keputusan. Oleh karena itu, dalam modul 3.1 dibahas tentang Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin. Calon guru penggerak dibekali tentang pemahaman bahwa dalam mengambil keputusan di satuan pendidikan yang terkait dengan pembelajaran, harus berdasarkan 3 hal, yaitu: Berpihak kepada murid, Berdasarkan nilai-nilai kebajikan, dan Bertanggung jawab. Calon guru penggerak juga dilatih untuk dapat membedakan permasalahan yang dihadapi, apakah itu masuk dalam kategori bujukan moral (benar lawan salah), atau dilema etika (benar lawan benar). Kecakapan dan pengetahuan tentang pengambilan keputusan ini tentu sangat mendukung di saat guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran harus merancang dan melaksanakan program yang berdampak positif kepada murid.
MODUL 3.2. Dalam modul ini CGP belajar tentang Pemimpin Dalam Pengelolaan Sumber Daya. Untuk dapat merancang program yang berdampak positif kepada murid, tidak saja dibutuhkan keterampilan untuk mengambil keputusan dengan baik dan benar, namun juga harus bisa melakukan identifikasi terhadap semua kekuatan aset/modal yang ada di sekolah. Aset/modal yang dimaksud tersebut adalah: Modal manusia, Sosial, Politik, Agama dan budaya, Fisik, Lingkungan/alam, dan modal finansial. Setelah berhasil melakukan identifikasi, maka bisa dilakukan rencana pengembangan aset tersebut dengan menggunakan PKBA (Pengembangan Komunitas Berbasis Aset). Pendekatan PKBA menekankan kepada kemandirian dari suatu komunitas untuk dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapinya dengan bermodalkan kekuatan dan potensi yang ada di dalam diri mereka sendiri, dengan demikian hasil yang diharapkan akan lebih berkelanjutan. Pendekatan PKBA berfokus pada potensi aset/sumber daya yang dimiliki oleh sebuah komunitas, dimana selama ini komunitas sibuk pada strategi mencari pemecahan pada masalah yang sedang dihadapi. PKBA merupakan pendekatan yang digerakkan oleh seluruh pihak yang ada di dalam sebuah komunitas atau disebut sebagai community-driven development. Dengan demikian sangatlah jelas, bahwa dalam merancang program sekolah yang berdampak positif kepada murid, seorang pemimpin pembelajaran perlu mengetahui dulu semua kekuatan aset positif yang dimiliki oleh sekolah, kemudian mengembangkan aset tersebut dengan pendekatan PKBA untuk merancang dan melaksanakan program sekolah yang berdampak positif kepada murid.
2. Challenge (Tantangan)
Tantangan Pengelolaan Program yang Berdampak Positif Kepada Murid di Sekolah
Dalam melakukan pengelolaan program di sekolah yang berdampak positif pada murid, tentunya tidak mudah. Terdapat beberapa tantangan yang saya hadapi dalam pelaksanaannya. Tantangan tersebut diantaranya adalah:
Dibutuhkan strategi yang tepat untuk membuat semua murid terlibat dalam kegiatan, karena ada sebagian kecil murid yang merasa kurang berminat untuk berpartisipasi dalam kegiatan dengan alasan yang beragam.
Diperlukan penyamaan persepsi di antara semua guru di sekolah terkait dengan bagaimana kita harus menghargai suara murid (voice), pilihan murid (choice), dan kepemilikan murid (ownership).
Dibutuhkan kejelian dalam mengidentifikasi semua kekuatan positif dari setiap aset/modal yang dimiliki sekolah, agar dapat dimanfaatkan secara optimal dalam pengelolaan program yang berdampak positif pada murid.
Alternatif Solusi Untuk Tantangan Yang Ada
Dalam mengatasi tantangan seperti yang dijelaskan di atas, saya mencoba melakukan beberapa alternatif solusi sebagai berikut:
Mengadakan forum diskusi bersama murid, baik secara daring maupun luring untuk mengetahui hal-hal apa saja yang disukai oleh murid terkait program sekolah yang mampu meningkatkan kepemimpinan murid. Dengan demikian, murid akan merasa dihargai dalam hal suara, pilihan, dan kepemilikannya. Diharapkan keterlibatan murid dalam program sekolah akan meningkat.
Melakukan diseminasi kepada semua rekan sejawat di sekolah terkait dengan betapa pentingnya sekolah memperhatikan suara, pilihan, dan kepemilikan murid untuk meningkatkan kepemimpinan murid dalam pembelajaran di dalam kelas maupun dalam kegiatan sekolah.
Berkolaborasi dengan Kepala Sekolah, rekan sejawat, murid, dan orang tua murid, untuk mengidentifikasi kekuatan aset/modal yang dimiliki sekolah dan bersama-sama merancang program sekolah berdasarkan kekuatan positif tersebut.
3. Concept (Konsep yang Dipelajari)
Berikut adalah beberapa konsep penting dalam modul 3.3 ini yang saya pelajari dan saya yakini untuk saya terapkan dari waktu ke waktu selama menjalankan peran saya sebagai Guru Penggerak, khususnya sebagai pemimpin pembelajaran.
Kepemimpinan Murid (Student Agency):
Murid mendemonstrasikan “student agency” ketika mereka mampu mengarahkan pembelajaran mereka sendiri, membuat pilihan-pilihan, menyuarakan opini, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan rasa ingin tahu, berpartisipasi dan berkontribusi pada komunitas belajar, mengkomunikasikan pemahaman mereka kepada orang lain, dan melakukan tindakan nyata sebagai hasil proses belajarnya. Ketika murid mengembangkan agency, mereka mengandalkan motivasi, harapan, efikasi diri, dan growth mindset (pemahaman bahwa kemampuan dan kecerdasan dapat dikembangkan) untuk menavigasi diri mereka menuju kesejahteraan lahir batin (wellbeing). Hal inilah yang kemudian memungkinkan mereka untuk bertindak dengan memiliki tujuan, yang membimbing mereka untuk berkembang di masyarakat.
Saat murid menjadi pemimpin dan mengambil peran aktif dalam proses pembelajaran mereka sendiri, maka hubungan yang tercipta antara guru dengan murid akan mengalami perubahan, karena hubungannya akan menjadi bersifat kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat kemitraan ini, saat murid belajar mereka akan:
berusaha untuk memahami tujuan pembelajaran yang ingin dicapainya
menunjukkan keterlibatan dalam proses pembelajaran
menunjukkan tanggung jawab dalam proses pembelajaran
menunjukkan rasa ingin tahu
menunjukkan inisiatif
membuat pilihan-pilihan tindakan
memberikan umpan balik kepada satu sama lain.
Di sisi lain, guru yang akan mengambil peranan sebagai mitra murid dalam belajar akan:
berusaha secara aktif mendengarkan, menghormati, dan menanggapi ide-ide, pendapat, pertanyaan, aspirasi dan perspektif murid-murid mereka
memperhatikan kemampuan, kebutuhan, dan minat murid-murid mereka untuk memastikan proses pembelajaran sesuai untuk mereka
mendorong murid untuk mengeksplorasi minat mereka dengan memberi mereka tugas-tugas terbuka
menawarkan kesempatan kepada murid untuk menunjukkan kreativitas dan mengambil risiko
mempertimbangkan sejauh mana tingkat bantuan yang harus diberikan kepada murid berdasarkan informasi yang mereka miliki
menunjukkan minat dan keingintahuan untuk mendengarkan dan menanggapi setiap aktivitas murid untuk memperluas pemikiran mereka.
Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid:
Suara (Voice)
Voice (suara) adalah pandangan, perhatian, gagasan yang diekspresikan oleh murid melalui partisipasi aktif mereka di kelas, sekolah, komunitas, dan sistem pendidikan mereka, yang berkontribusi pada proses pengambilan keputusan dan secara kolektif mempengaruhi hasilnya. (www.education.vic.gov.au)
Mempertimbangkan suara murid adalah tentang bagaimana kita memberdayakan murid kita agar memiliki kekuatan untuk mempengaruhi perubahan. Suara murid yang otentik memberikan kesempatan bagi murid untuk berkolaborasi dan membuat keputusan dengan orang dewasa seputar apa dan bagaimana mereka belajar dan bagaimana pembelajaran mereka dinilai.
Pilihan (Choice)
Pilihan (choice) adalah peluang yang diberikan kepada murid untuk memilih kesempatan-kesempatan dalam ranah sosial, lingkungan, dan pembelajaran. (marzanoacademies.org).
Aiken et al (2016) dalam Thibodeaux et al. (2019), menyimpulkan bahwa memberi pilihan akan memberdayakan murid, mendorong keterlibatan, dan mempromosikan minat dalam pengalaman belajar. Selain itu, memberi peserta didik pilihan dan kepemilikan mensyaratkan bahwa kontrol dalam proses pembelajaran harus diberikan juga kepada murid-murid (Thibodeaux 2017; 2019).
Bandura (1997) juga menegaskan bahwa memberikan murid pilihan juga akan meningkatkan motivasi dan otonomi murid, yang dapat memberikan dampak positif pada efikasi diri dan motivasi murid (dalam Thibodeaux et al, 2019).
Kepemilikan (Ownership)
Voltz DL, Damiano-Lantz M. dalam artikel penelitiannya yang berjudul Developing Ownership in Learning. Teaching Exceptional Children (1993;18) menjelaskan bahwa kepemilikan dalam belajar (ownership in learning) sebenarnya mengacu pada rasa keterhubungan, keterlibatan aktif, dan investasi pribadi seseorang dalam proses belajar.
Merujuk pada pendapat tentang konsep kepemilikan, dapat dikatakan bahwa, saat murid terhubung (baik secara fisik, kognitif, emosional) dengan apa yang sedang dipelajari, terlibat aktif, dan menunjukkan investasi pribadi dalam proses belajarnya, maka kita dapat mengatakan bahwa tingkat rasa kepemilikan mereka terhadap proses belajar tinggi.
Kepemimpinan Murid dan Profil Pelajar Pancasila
Sumber gambar: https://cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id/
Di dalam modul 1.2, saya sudah belajar bahwa Profil Pelajar Pancasila sebenarnya adalah visi dan harapan Indonesia untuk karakter warganya di masa mendatang, sehingga seharusnya menjadi landasan bagi visi sekolah. Upaya menumbuhkembangkan kepemimpinan murid akan menyediakan kesempatan bagi murid untuk mengembangkan profil positif dirinya, yang kemudian diharapkan dapat mewujud sebagai pengejawantahan profil pelajar Pancasila dalam dirinya.
Jika kita telaah lebih lanjut, dengan menumbuhkembangkan kepemimpinan murid maka secara bersamaan kita sebenarnya juga sedang membangun karakter murid yang:
Beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.
Berkebhinekaan global
Bergotong royong
Mandiri
Bernalar kritis
Kreatif
4. Change (Perubahan dalam Diri Pembelajar)
Untuk memaparkan perubahan dalam diri saya setelah mempelajari modul 3.3 ini, saya bagi dalam 3 aspek beserta penjelasannya berikut ini:
Emosi yang Dirasakan
Tergerak untuk belajar lebih dalam lagi, sehingga mendapatkan tingkat pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana mengelola program sekolah yang berdampak positif kepada murid, sebagai pemimpin pembelajaran.
Tertantang untuk terus melakukan prakarsa perubahan dan melaksanakannya dengan berkolaborasi dengan murid dan rekan sejawat untuk menumbuhkembangkan kepemimpinan murid di sekolah.
Yang sudah baik dan yang perlu ditingkatkan
Mampu menyusun kanvas BAGJA untuk melaksanakan prakarsa perubahan untuk mengembangkan kepemimpinan murid dalam pengelolaan program yang berdampak positif pada murid.
Meningkatkan kemampuan untuk mengidentifikasi kekuatan dari semua aset yang dimiliki sekolah dan menggunakan kekuatan positif dari semua aset tersebut untuk melakukan prakarsa perubahan.
Implikasi terhadap kompetensi diri
Mengoptimalkan diri sebagai pendidik dan guru penggerak yang berperan menjadi pemimpin pembelajaran dalam mengelola program yang berdampak positif pada murid.
Eko Budi Purnawan
SMK Negeri 1 Pakis Aji, Kab. Jepara - 2022
Komentar
Posting Komentar