Koneksi Antar Materi Modul 3.3 PGP
Pengelolaan Program
Yang Berdampak Positif Kepada Murid
Oleh:
Eko Budi Purnawan, S.Pd., M.Si.
SMK Negeri 1 Pakis Aji - Tahun 2022
Perasaan
Setelah saya mempelajari modul 3.3 ini, saya merasa sangat senang, karena saya merasa mendapatkan kesimpulan pemahaman dari rentetan pembelajaran modul-modul sebelumnya. Saya juga merasa mendapatkan energi baru sekaligus motivasi yang kuat untuk menerapkan semua pembelajaran di LMS ini untuk mengembangkan sekolah agar mampu menyelenggarakan layanan pembelajaran yang benar-benar berpihak kepada murid, dan mendorong Student Agency.
Intisari Modul 3.3
Pada modul 3.3 ini kita belajar tentang Pengelolaan program yang berdampak positif pada murid. Program yang berdampak pada murid adalah program yang meningkatkan keberpihakan pada murid, yang menguatkan apa yang kita miliki, mengajarkan anak atau mendorong kebermaknaan atau komitmen kepada mereka, dan implementasi kepemimpinan murid secara kontekstual.
Agar kita dapat menjadikan murid sebagai pemimpin bagi proses pembelajarannya sendiri, maka kita perlu memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri, sehingga potensi kepemimpinannya dapat berkembang dengan baik.
Saat murid menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran mereka sendiri (atau kita katakan: saat murid memiliki agency), maka mereka sebenarnya memiliki suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) dalam proses pembelajaran mereka. Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian mengembangkan kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya sendiri. Tugas kita sebagai guru sebenarnya hanya menyediakan lingkungan yang menumbuhkan budaya di mana murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan dalam apa yang mereka pikirkan, niat yang mereka tetapkan, bagaimana mereka melaksanakan niat mereka, dan bagaimana mereka merefleksikan tindakan mereka.
Upaya menumbuhkembangkan kepemimpinan murid akan menyediakan kesempatan bagi murid untuk mengembangkan profil positif dirinya, yang kemudian diharapkan dapat mewujud sebagai pengejawantahan profil pelajar Pancasila dalam dirinya. Oleh karena itu, satuan pendidikan mempunyai kewajiban dan tugas untuk mendorong tumbuh kembangnya kepemimpinan murid ini dalam setiap program kegiatan yang dirancang oleh sekolah. Tentu saja, program kegiatan tersebut juga harus selaras dengan Visi dan misi sekolah, serta dirancang dengan detail menggunakan pendekatan inkuiri apresiatif dan kanvas BAGJA.
Keterkaitan Modul 3.3 dengan Modul Sebelumnya
Modul 3.3 ini merupakan modul penghujung dalam program pendidikan guru penggerak ini. Dapat disimpulkan, bahwa modul 3.3 merupakan konsep aksi nyata dari seorang CGP untuk menerapkan semua pembelajaran yang didapat mulai dari modul 1.1 sampai dengan modul 3.2 sebelumnya.
MODUL 1.1. Mengajarkan kita tentang Filosofi Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan di Indonesia. KHD mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah menuntun anak sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya, untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai individu maupun anggota masyarakat. KHD juga mengajarkan tentang azas Tri-kon, dan konsep pendidik yang harus bisa menghamba kepada murid. Hal ini berarti, bahwa dalam merancang program yang berdampak positif pada murid seperti yang diajarkan dalam modul 3.3 ini, kita harus benar-benar menjamin bahwa program yang kita rancang tersebut mampu memerdekakan murid, membentuk karakter positif sesuai profil pelajar Pancasila, dan membentuk pribadi murid yang kuat dan mandiri. Potensi murid harus benar-benar kita kembangkan, dan kita hargai dalam setiap program yang kita rancang di sekolah. Pada intinya, semua program yang dirancang di sekolah, harus berpihak kepada murid.
MODUL 1.2. Berbicara tentang Nilai dan Peran Guru Penggerak. Nilai-nilai guru penggerak yaitu: Berpihak kepada murid, Mandiri, Reflektif, Kolaboratif, dan Inovatif. Sedangkan Peran guru penggerak adalah: Menjadi pemimpin pembelajaran, Menjadi coach bagi rekan sejawat, Mendorong kolaborasi, Mewujudkan kepemimpinan murid, dan Menggerakkan komunitas praktisi. Jika dikaitkan dengan pembelajaran pada modul 3.3, maka nilai dan peran guru penggerak yang dibahas dalam modul 1.2 ini sangat berkaitan erat. Seorang guru penggerak, yang diharapkan mampu menjadi pemimpin pembelajaran yang handal dan tangguh, harus mampu menjadi inisiator dalam penyusunan program sekolah yang mampu meningkatkan kepemimpinan murid (Student Agency). Proses perancangan program tersebut tidak mungkin bisa berhasil tanpa adanya kolaborasi dengan teman sejawat, dan murid itu sendiri. Dalam hal ini, guru penggerak harus memiliki kemampuan reflektif yang baik, agar mampu melakukan evaluasi secara mendalam terhadap program kegiatan sekolah yang telah dirancang dan dilaksanakan. Tentu saja, tolok ukur keberhasilan program tersebut adalah terwujudnya kepemimpinan murid.
MODUL 1.3. Seorang guru penggerak memerlukan “bintang penuntun” (Leitstar) yang dapat memberikan motivasi internal dalam usahanya mencapai semua harapan dan impiannya terkait dengan kondisi murid di masa depan. Oleh karena itu, dalam modul 1.3 diajarkan tentang bagaimana membangun sebuah Visi Guru Penggerak. Merancang sebuah program yang berdampak positif kepada murid, harus dimulai dari membangun visi yang tajam dan mampu menggerakkan semua pihak warga sekolah. Visi ini harus dilengkapi dengan sebuah Prakarsa Perubahan, yang dijabarkan dalam kanvas BAGJA, menggunakan pendekatan Inkuiri Apresiatif, yaitu sebuah pendekatan yang berfokus pada kekuatan positif masing-masing warga sekolah, dan disatukan secara kolaboratif.
MODUL 1.4. Dalam modul 1.4 dibahas tentang bagaimana membangun sebuah disiplin positif untuk menciptakan sebuah Budaya Positif. Guru dan sekolah harus mulai mengubah paradigma hukuman menjadi keyakinan kelas dan sekolah. Membangun keyakinan kelas dapat dimulai dari mengidentifikasi Nilai-nilai Kebajikan Universal. Proses ini dimulai dari kelas, dengan memperhatikan Suara Murid (Voice), Pilihan Murid (Choice), sehingga murid akan merasa Memiliki (ownership) terhadap keyakinan kelas tersebut. Budaya positif ini dapat menjadi acuan untuk mengembangkan semua program sekolah yang berdampak positif kepada murid. Jika murid diajak untuk berkolaborasi secara aktif dalam pembangunan budaya positif ini, maka hal ini dapat menjadi salah satu strategi untuk meningkatkan kepemimpinan murid. Guru dan tenaga kependidikan di sekolah harus dapat menjadi teladan dalam pelaksanaan budaya positif yang telah disepakati bersama.
MODUL 2.1. Mengelola program yang berdampak positif kepada murid, tidak bisa langsung dalam bentuk kegiatan yang besar. Hal ini dapat dimulai dari dalam kelas, dalam penyelenggaraan pembelajaran di dalam kelas. Murid-murid kita datang dengan keunikannya masing-masing. Mereka datang dengan membawa kebutuhan belajar yang berbeda-beda. Guru harus dapat memberikan layanan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing murid. Oleh karena itu, Pembelajaran Berdiferensiasi menjadi jawabannya. Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Oleh karena itu, guru dapat melakukan modifikasi dalam pembelajaran berdiferensiasi. Modifikasi tersebut diantaranya adalah modifikasi konten, modifikasi proses, maupun modifikasi produk. Hal ini harus dilakukan, karena di semua ruang kelas, guru berurusan dengan setidaknya tiga elemen kurikuler: (1) konten — masukan, apa yang dipelajari murid; (2) proses — bagaimana murid berupaya memahami ide dan informasi; dan (3) produk — keluaran, atau bagaimana murid menunjukkan apa yang telah mereka pelajari. Dengan membedakan ketiga elemen ini, guru menawarkan pendekatan berbeda terhadap apa yang dipelajari murid, bagaimana mereka mempelajarinya, dan bagaimana mereka menunjukkan apa yang telah mereka pelajari. Jika dikaitkan dengan Modul 3.3, pembelajaran berdiferensiasi merupakan salah satu upaya untuk membangun kepemimpinan murid, dan menghargai suara, pilihan, serta kepemilikan murid. Dalam pembelajaran berdiferensiasi, murid diberikan kebebasan secara terbimbing untuk menentukan sendiri gaya pembelajaran mereka sesuai dengan minat dan kreativitas murid.
MODUL 2.2. Aristoteles yang menyatakan bahwa: “Mendidik pikiran tanpa mendidik hati, adalah bukan pendidikan sama sekali”. Oleh karena itu dalam modul 2.2 ini dibahas tentang Pembelajaran Sosial dan Emosional. Untuk mewujudkan Well-being murid, adalah tanggung jawab semua guru di satuan pendidikan. menurut studi dari Mcgrath dan Noble, 2011, tingkat well-being yang optimum pada murid memungkinkan mereka memiliki kemampuan lebih tinggi dalam: Mencapai prestasi akademik, Kesehatan mental dan fisik lebih baik, Memiliki ketangguhan/resiliensi mengelola stress, dan Terlibat dalam perilaku sosial yang bertanggung jawab. Dalam rangka mewujudkan Student Agency seperti yang dibahas dalam modul 3.3, maka guru perlu membantu murid agar mampu memiliki kompetensi sosial emosional, yang berarti murid dibimbing agar mempunyai kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan mampu mengambil keputusan yang bertanggung jawab. Kompetensi sosial emosional ini akan membantu murid untuk melatih dirinya menjadi pemimpin-pemimpin yang tangguh di masa depan. Jika para murid memiliki kompetensi sosial emosional yang baik, tentu akan semakin mudah diajak berkolaborasi untuk mengelola program sekolah yang berdampak positif pada murid.
MODUL 2.3. Dalam rangka merancang dan melaksanakan semua program yang berdampak positif kepada murid, seorang guru penggerak tidak dapat bekerja sendirian. Kita membutuhkan dukungan kolaboratif dari semua rekan sejawat. Oleh karena itu, guru penggerak harus menguasai keterampilan melakukan Supervisi Akademik Berbasis Coaching seperti yang diajarkan dalam modul 2.3. Hal ini juga untuk memaksimalkan peran guru penggerak dalam menjadi coach bagi rekan sejawat. Pelaksanaan coaching dalam pembelajaran menggunakan 3 prinsip, yaitu: Kemitraan, Percakapan kreatif, dan memaksimalkan potensi coachee. Penerapan coaching yang tepat akan membantu coachee (rekan sejawat) agar memiliki kesadaran diri yang kuat, sehingga mampu melihat peluang baru dan masa depan. Dengan demikian, akan semakin mudah untuk mengajak rekan sejawat berkolaborasi bersama dengan murid untuk mewujudkan pengelolaan program sekolah yang berdampak positif bagi murid.
MODUL 3.1. Dalam menjalankan peran sebagai pemimpin pembelajaran, seorang guru penggerak harus cakap dalam kompetensi pengambilan keputusan. Oleh karena itu, dalam modul 3.1 dibahas tentang Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin. Calon guru penggerak dibekali tentang pemahaman bahwa dalam mengambil keputusan di satuan pendidikan yang terkait dengan pembelajaran, harus berdasarkan 3 hal, yaitu: Berpihak kepada murid, Berdasarkan nilai-nilai kebajikan, dan Bertanggung jawab. Calon guru penggerak juga dilatih untuk dapat membedakan permasalahan yang dihadapi, apakah itu masuk dalam kategori bujukan moral (benar lawan salah), atau dilema etika (benar lawan benar). Kecakapan dan pengetahuan tentang pengambilan keputusan ini tentu sangat mendukung di saat guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran harus merancang dan melaksanakan program yang berdampak positif kepada murid.
MODUL 3.2. Dalam modul ini CGP belajar tentang Pemimpin Dalam Pengelolaan Sumber Daya. Untuk dapat merancang program yang berdampak positif kepada murid, tidak saja dibutuhkan keterampilan untuk mengambil keputusan dengan baik dan benar, namun juga harus bisa melakukan identifikasi terhadap semua kekuatan aset/modal yang ada di sekolah. Aset/modal yang dimaksud tersebut adalah: Modal manusia, Sosial, Politik, Agama dan budaya, Fisik, Lingkungan/alam, dan modal finansial. Setelah berhasil melakukan identifikasi, maka bisa dilakukan rencana pengembangan aset tersebut dengan menggunakan PKBA (Pengembangan Komunitas Berbasis Aset). Pendekatan PKBA menekankan kepada kemandirian dari suatu komunitas untuk dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapinya dengan bermodalkan kekuatan dan potensi yang ada di dalam diri mereka sendiri, dengan demikian hasil yang diharapkan akan lebih berkelanjutan. Pendekatan PKBA berfokus pada potensi aset/sumber daya yang dimiliki oleh sebuah komunitas, dimana selama ini komunitas sibuk pada strategi mencari pemecahan pada masalah yang sedang dihadapi. PKBA merupakan pendekatan yang digerakkan oleh seluruh pihak yang ada di dalam sebuah komunitas atau disebut sebagai community-driven development. Dengan demikian sangatlah jelas, bahwa dalam merancang program sekolah yang berdampak positif kepada murid, seorang pemimpin pembelajaran perlu mengetahui dulu semua kekuatan aset positif yang dimiliki oleh sekolah, kemudian mengembangkan aset tersebut dengan pendekatan PKBA untuk merancang dan melaksanakan program sekolah yang berdampak positif kepada murid.
Perspektif Tentang Program Yang Berdampak Positif Pada Murid
Menurut saya, program atau kegiatan sekolah pada pengelolaan program tersebut harus melalui perencanaan yang matang dan diselenggarakan berdasarkan kebutuhan murid sesuai karakteristik lingkungan melalui pemetaan sumber daya (modal/aset) sebagai kekuatan atau potensi. Perencanaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan langkah B-A-G-J-A (Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, dan Atur eksekusi), sehingga program-program tersebut dapat menumbuhkan kepimpinan murid yang akan dikembangkan, dan melibatkan murid dalam mendorong suara, pilihan dan kepemilikannya untuk mencapai sebuah kesepakatan. Sebagai contoh, pada program "Gebyar Kewirausahaan”, langkah-langkah yang dilakukan adalah :
Melakukan sesi diskusi dengan pengurus OSIS dan perwakilan murid dari tiap kelas untuk menggali keinginan murid dalam menguatkan ide awal ini.
Memberikan kesempatan kepada murid untuk menentukan pilihan terkait bentuk kegiatan yang dirancang untuk mewujudkan ide ini.
Dengan bantuan wali kelas, melakukan curah pendapat dengan murid di tiap kelas tentang kegiatan menarik untuk mengembangkan kepemimpinan murid.
Melakukan identifikasi bersama murid tentang jenis-jenis kegiatan dalam mata pelajaran kewirausahaan yang selama ini telah dilakukan.
Memberikan kesempatan kepada murid untuk mengusulkan suatu bentuk kegiatan bersama dalam hal menguatkan karakter kewirausahaan.
Pembuatan gambaran kondisi ini dilakukan bersama dengan perwakilan murid dalam OSIS dan melakukan dialog dalam pembelajaran di kelas. Dengan demikian murid diberikan kebebasan untuk memilih dan bersuara.
Penyusunan rancangan kegiatan Gebyar Kewirausahaan dilakukan bersama murid dan dipandu oleh guru KWU bersama Pembina OSIS. Murid yang menyusun kepanitiaan, dan seluruh anggota kepanitiaan berasal dari unsur murid.
Melalui pengurus OSIS, guru dilibatkan sebagai fasilitator, dan mengajak kolaborasi semua unsur sekolah, termasuk guru, kepala sekolah, komite sekolah, dan mitra DU/DI.
Penentuan hari pelaksanaan kegiatan, dan segala sesuatu yang perlu dipersiapkan, dilakukan melalui rapat koordinasi kepanitiaan yang terdiri dari murid, dan guru sebagai pembimbing dan fasilitator.
Publikasi kegiatan dan menghubungi pihak-pihak yang dilibatkan semuanya dilakukan oleh murid, sebagai salah satu indikator bahwa kegiatan ini merupakan kegiatan murid itu sendiri.
Setelah merencanakan program yang berdampak bagi murid, melalui keterlibatan aktif murid, dan kolaborasi dengan rekan sejawat, dan orang kantin, maka program tersebut akan dilaksanakan dan dievaluasi. Hasil evaluasi digunakan sebagai bahan refleksi, untuk melakukan perbaikan dan pengembangan program sejenis yang dapat meningkatkan kepemimpinan murid dan berdampak positif pada murid.
~ Eko Budi Purnawan 2022 ~
Komentar
Posting Komentar