Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2022

Pembelajaran Sosial dan Emosional

  Refleksi Dwi Mingguan 6 Pembelajaran Sosial dan Emosional (Refleksi dengan menggunakan pendekatan 4P) Peristiwa Pada minggu ini saya belajar bagaimana mengembangkan kompetensi sosial emosional, baik untuk para murid, maupun kepada teman sejawat. Saya mendapatkan begitu banyak pembelajaran dan pengetahuan baru. Dimana sebelumnya saya berpikir bahwa sebagai guru mata pelajaran, saya tidak perlu terlalu memikirkan bagaimana mengembangkan kompetensi sosial emosional untuk murid-murid saya. Sebelumnya saya berpikir, bahwa hal itu adalah tugas guru BK dan guru mata pelajaran PPKn serta Pendidikan Agama. Namun ternyata pemikiran saya itu keliru, karena ternyata menurut studi dari Mcgrath dan Noble, 2011, tingkat well-being yang optimum pada murid memungkinkan mereka memiliki kemampuan lebih tinggi dalam:  Mencapai prestasi akademik Kesehatan mental dan fisik lebih baik Memiliki ketangguhan/resiliensi mengelola stress Terlibat dalam perilaku sosial yang bertanggung jawab. Selain itu saya ju

Pembelajaran Berdiferensiasi

Gambar
  Refleksi Model DEAL  ( Description, Examination, and Articulation of Learning ) Description:   Pada minggu ini saya belajar tentang bagaimana merancang pembelajaran berdiferensiasi. Dalam pembelajaran ini saya melakukan banyak diskusi secara daring bersama dengan fasilitator Bapak Maulana Yusup, dan bersama semua rekan CGP di kelas 051.L. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan mengikuti alur MERDEKA (Mulai dari diri, Eksplorasi konsep, Ruang kolaborasi, Demonstrasi kontekstual, Elaborasi pemahaman, Koneksi antar materi, dan Aksi nyata). Di dalam kegiatan Elaborasi pemahaman saya dan rekan-rekan sekelas diberikan pemantapan pemahaman oleh instruktur, yaitu Ibu Febriandrini Kumala. Pembelajaran diferensiasi merupakan sebuah strategi pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid yang sangat beragam. Dalam menyiapkan sebuah pembelajaran, seorang guru hendaknya melakukan pemetaan kebutuhan belajar murid dengan melakukan asesmen diagnostik terlebih dahulu. Pemetaan ini didasarkan pad

Segitiga Refleksi Budaya Positif

Gambar
  Salam dan Bahagia Refleksi Modul 1.4 tentang Budaya Positif kali ini saya sajikan dengan model Segitiga Refleksi seperti pada bagan di bawah ini: Penjelasan dari segitiga refleksi tersebut adalah sebagai berikut: Pada segitiga pertama (warna coklat) saya menjelaskan pemahaman saya sebagai berikut: "Setelah pembelajaran minggu ini, saya memahami bahwa dalam usaha membangun budaya positif di sekolah harus diawali dengan pemahaman terhadap nilai kebajikan universal, teori motivasi, membangun keyakinan kelas dengan murid, kebutuhan dasar manusia, lima posisi kontrol guru, dan menerapkan langkah restitusi dalam penanganan pelanggaran murid." Pada segitiga kedua (warna merah) saya menggambarkan kemampuan saya: "Setelah pembelajaran minggu ini, saya mampu mengupayakan membangun budaya positif yang berpihak pada murid dengan cara membuat kesepakatan kelas sebagai langkah awal dalam membangun budaya positif yang berpihak pada murid dan mendiseminasikan konsep budaya positif kep

Visi Pribadi dan Prakarsa Perubahan

Gambar
(Refleksi Modul 1.3 - Visi Guru Penggerak) Model 1: 4F (Facts, Feelings, Findings, Future) Eko Budi Purnawan, S.Pd. M.Si. CGP Angkatan V - Kab. Jepara 12 Agustus 2022 Facts (Peristiwa) Pada minggu ini saya mengikuti pembelajaran di Modul 1.3 tentang Visi Guru Penggerak. Di dalam pembelajaran modul 1.3 ini saya mendapatkan pemahaman baru tentang bagaimana seorang guru harus mempunyai Visi pribadi tentang murid yang saya impikan di masa mendatang.   Guru memang bukan Kepala Sekolah, namun jika visi seorang guru memiliki makna yang kuat maka visi tersebut berpeluang menghubungkan hati lebih banyak pihak hingga kemudian mengundang upaya kolaboratif demi mewujudkannya. Visi seorang guru harus dapat di-amini semua pihak karena sangat jelas keberpihakannya pada murid.  Sebagai seorang guru, mendidik bukanlah pekerjaan administratif. Target pekerjaan saya bukan sebuah dokumen, selembar kertas, atau daftar angka. Mendidik tidak hanya berbicara tentang dimensi waktu “sekarang”. Sasaran pekerjaan

Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Membuatku Terpesona

Gambar
Saya Eko Budi Purnawan, adalah seorang guru yang sudah mengajar lebih dari 20 tahun, baik itu jenjang SMP, SMA, maupun SMK. Saya telah banyak menghantarkan murid lulus dari sekolah dimana saya mengajar, dan tak jarang dari mereka yang sudah sukses jauh melebihi saya. Banyak juga dari mereka yang sekarang menjadi teman saya dalam mengajar di sekolah, dan ada juga yang menjadi pemimpin di beberapa instansi. Namun, sebagian dari mereka ada juga yang "kurang berhasil" dalam menempatkan diri mereka di masyarakat, sehingga kurang berhasil meraih impian menjadi pribadi yang mandiri dan mampu bersaing di dunia kerja. Hal ini membuat saya merenung, mengapa hal itu terjadi ? Bukankah pendidikan seharusnya membuat murid menjadi pribadi yang kuat, mandiri, memiliki kompetensi yang cukup dalam mengarungi dunia ini, dan berbudi pekerti luhur ?. Lalu untuk apa pembelajaran dan keterampilan yang selama ini mereka pelajari di sekolah?. Kondisi ini selama bertahun-tahun membuat saya merenung.

Membangun Budaya Positif di Sekolah

Gambar
PENDAHULUAN Ketika saya mengingat kembali akan makna pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara, tentunya saya sadar bahwa mendidik itu adalah menuntun laku anak sesuai dengan kodratnya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai individu, maupun sebagai anggota masyarakat. Pendidikan yang diberikan kepada anak, harus mampu membuat anak tersebut menjadi manusia yang mandiri, berbudi pekerti luhur, serta merdeka. Merdeka berarti bukan hanya terlepas dari perintah orang lain, namun juga harus cakap dalam memerintah diri sendiri. Berdasarkan filosofi pendidikan tersebut, produk utama dari pendidikan bukan hanya generasi yang cakap dalam teknologi saja, namun juga harus menghasilkan buah, yaitu matangnya jiwa, yang akan dapat mewujudkan hidup dan penghidupan yang tertib dan suci dan manfaat bagi orang lain. Ini artinya, manusia yang terdidik adalah manusia yang berbudi dan berdaya (berbudaya). DISIPLIN POSITIF  Disiplin Positif adalah sebuah pendekatan yang